Honor Guru Diduga di Korupsi, PGRI Berdiam Diri, Ketum GMOCT Kecam Keras
- account_circle Rls/Red
- calendar_month 9 jam yang lalu
- visibility 6

Tegarnews.co.id–Kuningan, Jawa Barat| Gejolak melanda para Tenaga Harian Lepas (THL) di lingkungan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Kuningan. Hingga Juni 2025, gaji mereka untuk periode Desember 2024 hingga saat ini belum juga cair. Kondisi ini menimbulkan keresahan dan kecemasan di kalangan tenaga honorer yang menggantungkan hidup dari honor bulanan tersebut. Beberapa guru THL yang terdampak, antara lain: Eka Supriatman (SDN Jambugeulis), Husnul Mubarok (SDN Timbang), Dulhalim (SDN 2 Karangmuncang), Nia (SDN 2 Koreak), Nana (SDN Bunigeulis), Iwan (SDN 2 Koreak), dan Sidik (SDN Timbang). (14/06/2025)
Informasi yang dihimpun dari media online Kabarsbi, anggota Gabungan Media Online dan Cetak Ternama (GMOCT), menyebutkan bahwa BPKAD Kabupaten Kuningan telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 9,4 miliar untuk gaji THL Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Dana tersebut diklaim telah direalisasikan oleh dinas terkait. Namun, faktanya, para THL belum menerima gaji mereka.
Muncul dugaan kuat adanya penyimpangan anggaran. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa anggaran tersebut diduga digunakan untuk membiayai sebuah proyek dinas yang hingga pertengahan tahun 2025 belum juga terealisasi. Hal ini memicu kecurigaan dan kekecewaan di kalangan tenaga honorer.
Dugaan penyalahgunaan anggaran ini mengarah pada potensi tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Keterlambatan pembayaran gaji juga dapat dikategorikan sebagai kelalaian jabatan, yang dapat berujung pada pertanggungjawaban administratif bahkan pidana, sesuai dengan UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Ketua Umum GMOCT, Agung Sulistio, turut menyoroti kasus ini. Beliau mengecam dugaan korupsi honor guru di Kuningan dan mempertanyakan sikap diam PGRI Kabupaten Kuningan. Agung Sulistio khawatir jika PGRI yang terbentuk dari unsur birokrasi akan kehilangan daya kritisnya dan tidak mampu menyuarakan aspirasi para guru, termasuk dalam hal ini. Kedekatan dengan pemerintah daerah dikhawatirkan akan melemahkan fungsi kontrol dan pengawasan PGRI terhadap kebijakan yang merugikan guru.
Kasus ini menambah panjang daftar permasalahan pengelolaan tenaga honorer di sektor pendidikan. Banyak pihak mendesak pemerintah untuk segera membenahi sistem penggajian agar kejadian serupa tidak terulang. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran menjadi kunci utama untuk mencegah praktik korupsi dan melindungi hak-hak para tenaga honorer. Proses investigasi yang tuntas dan transparan sangat dibutuhkan untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para THL yang dirugikan.
- Penulis: Rls/Red
- Editor: Syarif Hidayatullah
- Sumber: GMOCT (Gabungan Media Online & Cetak Ternama)
Saat ini belum ada komentar