Ketua BUMDes Bantarsari Diduga Hanya Jadi Boneka: Aset Dikuasai Keluarga Kepala Desa
- account_circle HUSEN
- calendar_month Sen, 22 Sep 2025
- visibility 137

Tegarnews.co.id – Kabupaten Bekasi, 22 September 2025| Fakta baru terungkap dalam investigasi pengelolaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bantarsari, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi. Secara resmi, kepengurusan BUMDes tercatat dijabat oleh Saneng sebagai Ketua, Deri Drajat sebagai Sekretaris, dan Satim sebagai Bendahara. Namun, dalam praktiknya, posisi mereka hanya sebatas formalitas
Ketua BUMDes Saneng mengaku hanya dilibatkan pada tahap awal, yakni saat mengurus badan hukum, NPWP, hingga pembukaan rekening di Bank BJB. Setelah itu, semua dokumen resmi BUMDes justru dikuasai oleh bendahara desa yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Kepala Desa Bantarsari.
“Saya hanya dilibatkan di awal untuk melengkapi administrasi. Setelah itu semua SK, rekening, stempel, sampai NPWP dipegang bendahara desa. Saya tidak punya akses lagi,” ungkap Saneng. Minggu. 21/09/2025
Lebih parah lagi, saat Saneng ditugasi mencari lokasi sawah untuk program ketahanan pangan, ia berhasil mendapatkan lahan 5 hektar. Namun, pengelolaan lahan tersebut dikendalikan langsung oleh H Isan, orang tua kepala desa. Dalam kwitansi sewa senilai Rp120 juta untuk dua musim tanam, nama yang tercatat adalah H Isan, sementara Saneng hanya dijadikan saksi.
Berdasarkan dokumen kwitansi yang diperoleh tim investigasi, harga sewa sawah sebenarnya Rp10 juta per hektar. Padahal, laporan resmi menyebutkan Rp12 juta per hektar. Artinya, terdapat indikasi markup Rp2 juta per hektar yang diduga diselewengkan.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa BUMDes Bantarsari hanya dijadikan boneka. Program ketahanan pangan yang seharusnya menjadi sarana pemberdayaan masyarakat justru diprivatisasi untuk kepentingan keluarga kepala desa.
Ketua BPD Bantarsari saat dikonfirmasi memilih melempar persoalan kepada Ketua BUMDes.
“Owh ia Bang, cuma terkait BUMDes aja langsung ke ketua BUMDesnya Bang. Betul Bang, BPD atau saya cuma mengetahui anggaran tersebut, kembali lagi kepada ketua BUMDesnya,” ujarnya lewat WhatsApp. Minggu, 21/09
Ironisnya, Bendahara BUMDes Satim juga mengaku tidak mengetahui detail soal pencairan anggaran.
“Saya tidak tahu Bang, terkait pencairan. Waktu itu ada kekurangan, saya kira tidak jadi,” singkatnya.
Padahal, Permendesa PDTT No. 7 Tahun 2021 dengan tegas menyebut seluruh transaksi program ketahanan pangan wajib tercatat atas nama BUMDes dan dikelola langsung oleh pengurus sah. Penyimpangan ini berpotensi melanggar hukum dan masuk ranah tindak pidana korupsi.
Ketua DPD Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (Akpersi) Jawa Barat, Ahmad Syarifudin, C.BJ., C.EJ., menilai kasus ini sebagai bentuk “perampokan berjamaah” terhadap dana publik.
“DPMD hingga Bupati tak bisa pura-pura tuli! Kalau tidak bertindak, artinya mereka ikut dalam kubangan ini. Kami mendesak Inspektorat dan aparat hukum segera turun tangan. Jika tidak, kasus ini akan kami bawa ke Kejati Jabar dan KPK!” tegas Ahmad.
Secara hukum, dugaan penyalahgunaan wewenang ini bisa dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor, Pasal 17 dan 18 UU Administrasi Pemerintahan (UUAP), serta Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan jabatan untuk keuntungan pribadi.
Kasus BUMDes Bantarsari menjadi tamparan keras bagi tata kelola dana desa. Desa yang seharusnya menjadi poros kebangkitan ekonomi rakyat justru dijadikan ladang bancakan oleh oknum pejabat desa.
Warga mendesak agar BPD lebih aktif dalam menjalankan fungsi pengawasannya. Selain itu, Dinas PMD Kabupaten Bekasi diminta segera melakukan audit menyeluruh agar pengelolaan BUMDes kembali sesuai aturan dan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
Hingga berita ini ditayangkan, Kepala Desa dan Bendahara Desa Bantarsari belum memberikan keterangan resmi.
- Penulis: HUSEN
- Editor: HUSEN
- Sumber: Tim/Red
Saat ini belum ada komentar