Proyek Jalan Rp 87 Miliar Dilaporkan ke Kejagung: BPK Temukan Kelebihan Bayar dan Kontraktor Bermasalah
- account_circle Rls/Red
- calendar_month 1 jam yang lalu
- visibility 4

Tegarnews.co.id-Banten, 13 Oktober 2025| Sebuah dokumen bertanda “Sifat Rahasia” tertanggal 13 Oktober 2025 beredar di kalangan jurnalis dan aktivis antikorupsi. Dalam surat lebih dari 20 halaman itu, dua organisasi masyarakat sipil, Gema Kosgoro Banten dan Banten Corruption Watch (BCW), melaporkan dugaan penyimpangan besar dalam proyek pembangunan Ruas Jalan Ciparay–Cikumpay senilai Rp87,69 miliar di bawah Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Banten.
Dalam laporan berkop resmi dan ditandatangani Junaidi Rusli, SE., MM. dan Agus Suryaman, SPt., kedua lembaga itu meminta Jaksa Agung RI melalui Jampidsus segera menyelidiki dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek yang dikerjakan oleh PT Lambok Ulina tersebut.
“Kami melaporkan karena ini sudah bukan maladministrasi biasa. Ada pola penggelembungan, manipulasi dokumen, dan pengalihan material yang jelas-jelas merugikan keuangan negara,” ujar Junaidi Rusli, Ketua Gema Kosgoro Banten, saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (11/10).
Isi Dokumen: Kelebihan Bayar Rp10 Miliar
Dalam dokumen yang diperoleh, tertulis bahwa hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Tahun 2024 menemukan kelebihan pembayaran sebesar Rp10,05 miliar serta denda keterlambatan Rp2,93 miliar yang belum disetorkan ke kas daerah..Proyek tersebut menggunakan dana APBD Banten 2024 dan dijalankan berdasarkan Kontrak Nomor 600.2.3.1/033/SPK-PJ.CC/BBM/DPUPR/IV/2024.
Selain itu, dalam lampiran LHP BPK yang disertakan, auditor juga menyoroti penggunaan material beton berbeda dari spesifikasi e-katalog. Dalam laporan disebutkan, “supplier material tidak sesuai daftar resmi, terdapat dugaan manipulasi dokumen dan pergantian pemasok tanpa izin pejabat berwenang.”
Rekam Jejak Kontraktor Bermasalah
Masih dari dokumen yang sama, disebut bahwa PT Lambok Ulina, pemenang tender proyek ini, memiliki rekam jejak kontroversial. Perusahaan ini pernah disanksi oleh KPPU pada 2021 karena dugaan persekongkolan tender proyek PLUT Kabupaten Bogor.
Direktur perusahaannya, berinisial JS, bahkan disebut pernah divonis 7 tahun penjara dalam kasus korupsi proyek UIN Jambi.
Kantor perusahaan yang tercantum di dokumen kontrak — Jl. Mabes Hankam No. 2A, TMII, Jakarta Timur — menurut hasil penelusuran BCW, “tidak mencerminkan kapasitas kontraktor besar.” Dari hasil investigasi lapangan, bangunan tersebut hanyalah rumah kantor kecil tanpa aktivitas proyek besar.
“Kantor kontraktor yang mengerjakan proyek puluhan miliar justru sepi dan tidak beroperasi layaknya perusahaan konstruksi besar. Ini kuat dugaan hanya bendera pinjam,” ujar Agus Suryaman, Sekjen BCW.
Nama Pejabat PUPR Turut Terseret
Laporan itu menyebut secara eksplisit beberapa pejabat di lingkungan Dinas PUPR Banten yang diduga mengetahui atau terlibat dalam penyimpangan, antara lain:
Arlan Marzan, Kepala Dinas PUPR Provinsi Banten;
Ir. Wahyudin, ST, MT, Kabid Bina Marga;
PPK Proyek Ciparay–Cikumpay (nama disebut dalam SPK);
Pokja e-Purchasing dan Pejabat Pengadaan;
Bendahara Pengeluaran Dinas PUPR;
serta PT HRI selaku konsultan pengawas proyek.
“Nama-nama ini kami sebut karena mereka punya tanggung jawab langsung dalam kontrak dan pencairan dana. Kami minta Kejaksaan segera memeriksa,” tegas Junaidi dalam dokumen tersebut.
Dugaan Pelanggaran Hukum
Dalam bagian analisis hukum, laporan itu mengutip pasal-pasal dari UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dan Perpres 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Disebutkan bahwa unsur pidana meliputi:
Penyalahgunaan wewenang dalam penunjukan penyedia jasa, Manipulasi spesifikasi dan dokumen, Mark-up pembayaran, Keterlambatan pekerjaan tanpa penerapan sanksi, Dugaan kolusi antara pejabat PUPR dan kontraktor.
Dari Laporan ke Penyelidikan
Laporan yang dialamatkan ke Jaksa Agung RI juga ditembuskan ke Kepala BPK RI, Menteri PUPR, Kajati Banten, Gubernur Banten, dan Direktur PT Lambok Ulina.
Pelapor menyertakan bukti berupa fotokopi LHP BPK Provinsi Banten 2024, foto papan proyek dan kondisi lapangan, serta dokumentasi kantor kontraktor di Jakarta Timur.
Dalam penutup surat, tertulis kalimat tegas:
“Kami menyampaikan laporan ini dengan itikad baik untuk menjaga integritas keuangan negara. Kami siap memberikan keterangan dan bukti tambahan apabila diperlukan.”
Seruan Transparansi
Saat dihubungi kembali, Agus Suryaman menambahkan, laporan ini adalah bagian dari upaya publik untuk menolak pembiaran atas praktik korupsi di sektor infrastruktur Banten.
“Setiap tahun ada proyek besar, tapi masyarakat tidak pernah tahu hasilnya. Jalan rusak lagi, anggaran habis lagi,” ujarnya.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas PUPR Provinsi Banten belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut.[]
- Penulis: Rls/Red
- Editor: Redaksi
- Sumber: Tim/Red/GKB
Saat ini belum ada komentar